Siapa manusia yang dapat memilih akan dilahirkan darimana? Tentu tidak ada. Bila ada, aku akan memilih dilahirkan dari keluarga kaya raya yang berintelektual, agar aku bisa belajar dengan nyaman tanpa perlu mimikirkan besok mau makan apa. Hehehehe…. Tapi, ini sungguh angan-angan yang konyol.
Di mana pun manusia dilahirkan, tentunya Tuhan telah memberikan jalan hidup bagi semua makhluknya. Jika semua terlahir dengan keadaan sama, kukira Tuhan tak perlu membuat kehidupan di bumi. Perbedaan diciptakan karena Tuhan ingin melihat manusia saling membantu, menolong, sehingga tercapailah kesempurnaan.
Membaca Novel Ulid Tak Ingin ke Malaysia, saya menemukan kisah keluarga yang dilahirkan dengan sederhana bahkan bisa disebut kekurangan tetapi mau menerima keadaan keluarganya. Ulid adalah anak dari Tarmidi yang sehari-hari bekerja sebagai guru sekolah sore, pembakar gamping, dan kadang-kadang sebagai petani bengkuang.
Hidup dalam keadaan kekurangan, Ulid kecil yang cerdas tak cepat putus asa dalam menghadapi masalah yang ada di keluarganya. Sebagai anak petama ia sering mengangap dirinya sebagai orang yang harus bertanggungjawab sebagai kepada keluarganya ketika ayahnya berada di Malaysia. Hal itu pernah dipraktikkan oleh Ulid bersama teman-temannya dengan membakar gamping pada saat masih berada di SMP. Memang jubungnya tak sebesar yang dikerjakan orang dewasa pada umumnya. Namun, mereka bangga dengan apa yang telah dikerkjakannya.
Di sini, Mahfud Ikhwan bagi saya telah menggambarkan keberhasilan Tarmidi dalam mengajarkan rasa tanggungjawab kepada anaknya. Pembelajaran Tarmidi dapat kita lihat ketika Ulid mendapat tugas menggembala Kambing. Inilah salah satu proses yang membuat Ulid tumbuh sebagai manusia bertanggungjawab.
Perantauan
Kebanyakan masyarakat di Lerok laki-lakinya bekerja sebagai TKI di negara tetangga. Alasan mereka menjalani perantauan ini tak lain demi memenuhi kebutuhan keluarganya masing-masing. Bahkan ketika seorang laki-laki gagal dalam perantauan, maka isti akan menggantikannya, hal ini dialami oleh keluarga Tarmidi ketika ia ditangkap polis Malaysia hingga wajahnya terpampang di salah satu surat kabar.
Kisah perantauan tak selalu membawa kabar sedih. Banyaknya orang Lerok yang merantau, mengakibatkan adanya perubahan hidup di Masayarakat Lerok, masjid dibangun kembali, jalan diperbaiki, orang-orang mulai membeli TV sehingga tak perlu lagi menonton di satu tempat dengan orang terlalu banyak. Dan hingga kini orang yang merantau makin bertambah.
Munculnya perantauan identik dengan dua hal, kalau tidak untuk mencukupi kebutuhan demi bertahan hidup ya untuk memenuhi kebutuhan mencari ilmu. Demi memenuhi perihal tersebut, seringkali mereka harus menahan rindu pada sang keluarga. Orang-orang sering menggambarkan keadaan ini dengan kata “Kumpul ora kumpul yang penting makan.” Maka jangan heran ketika banyak orang yang merantau demi sebuah pekerjaan di kota atau negara tetangga. Selamat menjadi perantau, Ulid
Leave a Comment